1. Hubungan keindahan dengan Kebudayaan
- Pengertian Kebudayaan
Budaya secara harfiah
berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah,
mengolah, memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut istilah Kebudayaan
merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil
rasa, karya, karsa, dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang
hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki anugrah itu sehingga
ia merupakan sesuatu yang agung dan mahal.
Secara detail pengertian
kebudayaan adalah Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang
dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima
oleh semua masyarakat.
Secara hubungan jelas
keindahan selalu hadir di setiap kebudayaan , begitu pula di dalam kebudayaan
pasti mempunyai nilai nilai keindahan , sehingga keindahan dalam kebudayaan
selalu terikat dan menyatu padu secara erat sehingga lahirlah kebudayaan yang
terlihat indah.
- Keindahan Dalam Kebudayaan
Keindahan dalam kebudayaan
merupakan keindahan sebagai salah satu sifat manusia dalam karya cipta manusia.
Didalam kebudayaan
apapun pasti memiliki nilai keindahan , karena di dalamnya memiliki nilai
estetika enak di pandang , dan didalamnya kebudayaan memiliki keindahan yang
mewakili sifat-sifat dari keindahan tersebut seperti pada artikel ini
keindahan-dan-estetika.
kebudayaan sangat banyak
jenisnya , ada yang mewakili nilai nilai Sosial , spiritual , perjuangan , mata
pencaharian , kesenian , dan lain lain. dan biasanya orang - orang banyak
melihat keindahan yang di tampilkan melalui kesenian dari kebudayaan tersebut ,
padahal dari jenis kebudayaan yang lain pun terdapat nilai - nilai keindahan di
dalamnya.
Kebudayaan merupakan
suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu
daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Serta kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena
ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa, dan cipta manusia yang kesemuanya
merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.
2. Perbedaan
Kebudayaan dengan Peradaban
Apakah peradaban dan
kebudayaan berbeda ? Kalau kita perhatikan, kata peradaban dalam bahasa Indonesia
berkonotasi dengan pengertian adab, kesopanan, kesantunan serta kehalusan.
Sedangkan budaya dalam pengertian yang terkenal diartikan sebagai seluruh hasil
cipta, rasa dan karsa manusia, setidaknya begitu yang dipahami waktu sekolah
dulu. Dalam konteks ini budaya melingkupi seluruh aspek kehidupan manusia.
Dunia melayu menggunakan kata tamadun untuk memaknai
peradaban, sebuah kata yang berakar pada bahasa Arab.
Menurut penjelasan 'Effat al Sharqawi, pembedaaan antara kebudayaan dan peradaban dalam bahasa arab bisa ditelusuri dari makna hadharah, tsaqafah dan madaniah. Hadharah berakar pada kata hadhara yang berarti hadir, hadir dalam kondisi baik. Di sini termuat indikasi ruang dan kebaikan. Hadharah berarti hidup menetap di kota sebagai lawan dari badw yang berarti desa, dusun, pengembara. Tsaqafah berkonotasi dengan aspek ide. Tsaqafah berakar pada pengertian memahami secara mendalam, orang yang cerdik dan cermat dan cepat belajar. Sedangkan madaniyah terkait dengan aspek-aspek kehidupan kota, madinah.
Dalam bahasa Inggris dibedakan antara culture dan civilization. Culture berakar pada pertanian, yang kemudian dimaknai sebagai bentuk ungkapan semangat mendalam suatu masyarakat, mencirikan apa yang dirindukan oleh manusia, yang terefleksi pada seni, moral dan religi. Civilization berakar pada civitas (kota), civility (kesopanan), yang kemudian dimaknai sebagai manifestasi kemajuan mekanis (teknologis), mencirikan apa yang digunakan oleh manusia, yang terefleksi pada politik, ekonomi dan teknologi. Dalam kata-kata Will Durant, civilization is social order promoting cultural creation.
Ibn Khaldun menggunakan terminologi 'umran untuk menggambarkan organisasi sosial manusia. Pengertian 'umran menurut Ibn Khaldun ini, berdasar keterangan Louy Shafi, dipengaruhi oleh penggunaan akar katanya oleh al Qur'an. Al Qur'an menggunakan akar kata 'amara mengacu pada kemunculan kehidupan sosial pada pada area tertentu sebagai akibat menentapnya satu kelompok manusia (surat Hud 61). Makna kedua (surat Rum 30) mengacu pada konstruksi berbagai fasilitas yang diasosiasikan dengan kehidupan sosial yang maju dan superior. 'Umran ini dibedakan menjadi 'umran badawi (bedouin culture) dan 'umran hadhari (civic culture). Kehidupan badawi dicirikan oleh kesederhanaan, kebebasan, persamaan, keberanian spontan, kegembiraan dan kohesifitas ('ashabiah). Kehidupan hadhari dicirikan oleh kompleksitas, pembatasan (restriksi), pembedaan (inequality), menahan diri (inhibitation), kecanggungan (clumsiness) dan interest pribadi (self interest). Perubahan sosial masyarakat mengarah pada ciri-ciri kehidupan hadhari. Tetapi pencapain hadharah juga merupakan awal kejatuhan masyarakat secara etis, yang kemudian menjadi kejatuhan secara sosial-material.
Bennabi mendefinisikan peradaban sebagai keseluruhan sarana moral dan material yang membuat masyarakat memberikan jaminan sosial (ad dhamamat al ijtima'iyah) yang diperlukan oleh anggotanya untuk kemajuan. Atau ia juga mendefinisikan peradaban sebagai objektifikasi kehendak dan kemampuan masyarakat dalam konteks ruang dan waktu. Mengenai kebudayaan, ia membandingkan kebudayaan sebagai jaringan darah yang mensuplai darah kepada organ-organ tubuh. Dalam idenya mengenai orientasi budaya manusia untuk membangun peradaban ia mencirikan muatan kebudayaan itu dengan muatan etis, muatan estetis, muatan logika pragmatik dan muatan industri(shina'ah - aspek rekayasa, engineering).
Sebuah polemik pernah terjadi antara Malik Bennabi dengan Sayyid Qutb. Sayyid Qutb pernah berencana menerbitkan buku yang akan membahas tentang menuju masyarakat Islam yang berperadaban. Tetapi kemudian ia merubah menjadi menuju masyarakat Islam, dengan menghilangkan atribut berperadaban. Bennabi mengkritik ini karena menghilangkan substansi permasalahan yang sesungguhnya pada masyarakat Islam. Dalam Ma'alim fi Thariq, Petunjuk Jalan, Sayyid Qutb menyebut seseorang sebagai muslim Perancis telah memberikan kritik terhadapnya. Kemudian ia menjelaskan substansi yang dimaksudkan olehnya, dalam pemahamannya Islam merupakan kulminasi sifat beradab manusia atau Islam sendiri sama dengan peradaban. Polemik ini mudah kita pahami dengan memahami perbedaan antara peradaban dan budaya (atau hadharah dan tsaqafah). Yang dirujuk oleh Qutb adalah Islam sebagai nilai. Sedangkan yang dirujuk oleh Bennabi adalah manifestasi Islam dalam sejarah dan masyarakat.
Pada sisi lain Sa'id Hawwa dalam bukunya Agar Kita Tidak Dilindas Zaman menggunakan tiga terminologi hadharah, tsaqafah dan madaniyah untuk merujuk makna yang berbeda-beda. Hadharah adalah kata terluas untuk mengacu pada aspek sosio-historis kelompok manusia. Sisi spiritual, nilai, seni, ilmu diwakili oleh tsaqafah. Sedangkan aspek material diwakili oleh kata madaniyah.
Dari tinjauan perbedaan di atas (juga terhadap tinjauan terhadap teori-teori peradaban pada posting sebelumnya) setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita cirikan dari perbedaan peradaban dan kebudayaan.
Menurut penjelasan 'Effat al Sharqawi, pembedaaan antara kebudayaan dan peradaban dalam bahasa arab bisa ditelusuri dari makna hadharah, tsaqafah dan madaniah. Hadharah berakar pada kata hadhara yang berarti hadir, hadir dalam kondisi baik. Di sini termuat indikasi ruang dan kebaikan. Hadharah berarti hidup menetap di kota sebagai lawan dari badw yang berarti desa, dusun, pengembara. Tsaqafah berkonotasi dengan aspek ide. Tsaqafah berakar pada pengertian memahami secara mendalam, orang yang cerdik dan cermat dan cepat belajar. Sedangkan madaniyah terkait dengan aspek-aspek kehidupan kota, madinah.
Dalam bahasa Inggris dibedakan antara culture dan civilization. Culture berakar pada pertanian, yang kemudian dimaknai sebagai bentuk ungkapan semangat mendalam suatu masyarakat, mencirikan apa yang dirindukan oleh manusia, yang terefleksi pada seni, moral dan religi. Civilization berakar pada civitas (kota), civility (kesopanan), yang kemudian dimaknai sebagai manifestasi kemajuan mekanis (teknologis), mencirikan apa yang digunakan oleh manusia, yang terefleksi pada politik, ekonomi dan teknologi. Dalam kata-kata Will Durant, civilization is social order promoting cultural creation.
Ibn Khaldun menggunakan terminologi 'umran untuk menggambarkan organisasi sosial manusia. Pengertian 'umran menurut Ibn Khaldun ini, berdasar keterangan Louy Shafi, dipengaruhi oleh penggunaan akar katanya oleh al Qur'an. Al Qur'an menggunakan akar kata 'amara mengacu pada kemunculan kehidupan sosial pada pada area tertentu sebagai akibat menentapnya satu kelompok manusia (surat Hud 61). Makna kedua (surat Rum 30) mengacu pada konstruksi berbagai fasilitas yang diasosiasikan dengan kehidupan sosial yang maju dan superior. 'Umran ini dibedakan menjadi 'umran badawi (bedouin culture) dan 'umran hadhari (civic culture). Kehidupan badawi dicirikan oleh kesederhanaan, kebebasan, persamaan, keberanian spontan, kegembiraan dan kohesifitas ('ashabiah). Kehidupan hadhari dicirikan oleh kompleksitas, pembatasan (restriksi), pembedaan (inequality), menahan diri (inhibitation), kecanggungan (clumsiness) dan interest pribadi (self interest). Perubahan sosial masyarakat mengarah pada ciri-ciri kehidupan hadhari. Tetapi pencapain hadharah juga merupakan awal kejatuhan masyarakat secara etis, yang kemudian menjadi kejatuhan secara sosial-material.
Bennabi mendefinisikan peradaban sebagai keseluruhan sarana moral dan material yang membuat masyarakat memberikan jaminan sosial (ad dhamamat al ijtima'iyah) yang diperlukan oleh anggotanya untuk kemajuan. Atau ia juga mendefinisikan peradaban sebagai objektifikasi kehendak dan kemampuan masyarakat dalam konteks ruang dan waktu. Mengenai kebudayaan, ia membandingkan kebudayaan sebagai jaringan darah yang mensuplai darah kepada organ-organ tubuh. Dalam idenya mengenai orientasi budaya manusia untuk membangun peradaban ia mencirikan muatan kebudayaan itu dengan muatan etis, muatan estetis, muatan logika pragmatik dan muatan industri(shina'ah - aspek rekayasa, engineering).
Sebuah polemik pernah terjadi antara Malik Bennabi dengan Sayyid Qutb. Sayyid Qutb pernah berencana menerbitkan buku yang akan membahas tentang menuju masyarakat Islam yang berperadaban. Tetapi kemudian ia merubah menjadi menuju masyarakat Islam, dengan menghilangkan atribut berperadaban. Bennabi mengkritik ini karena menghilangkan substansi permasalahan yang sesungguhnya pada masyarakat Islam. Dalam Ma'alim fi Thariq, Petunjuk Jalan, Sayyid Qutb menyebut seseorang sebagai muslim Perancis telah memberikan kritik terhadapnya. Kemudian ia menjelaskan substansi yang dimaksudkan olehnya, dalam pemahamannya Islam merupakan kulminasi sifat beradab manusia atau Islam sendiri sama dengan peradaban. Polemik ini mudah kita pahami dengan memahami perbedaan antara peradaban dan budaya (atau hadharah dan tsaqafah). Yang dirujuk oleh Qutb adalah Islam sebagai nilai. Sedangkan yang dirujuk oleh Bennabi adalah manifestasi Islam dalam sejarah dan masyarakat.
Pada sisi lain Sa'id Hawwa dalam bukunya Agar Kita Tidak Dilindas Zaman menggunakan tiga terminologi hadharah, tsaqafah dan madaniyah untuk merujuk makna yang berbeda-beda. Hadharah adalah kata terluas untuk mengacu pada aspek sosio-historis kelompok manusia. Sisi spiritual, nilai, seni, ilmu diwakili oleh tsaqafah. Sedangkan aspek material diwakili oleh kata madaniyah.
Dari tinjauan perbedaan di atas (juga terhadap tinjauan terhadap teori-teori peradaban pada posting sebelumnya) setidaknya ada beberapa hal yang bisa kita cirikan dari perbedaan peradaban dan kebudayaan.
- Peradaban (hadharah, civilization) berakar pada
ide tentang kota. Kemajuan material (ilmu dan teknologi), aspek kehalusan,
penataan sosial dan aspek kemajuan lain.
- Kebudayaan (culture, tsaqafah) berakar pada ide
mengenai nilai, tujuan, pemikiran yang ditransmisikan melalui ilmu, seni
dan agama suatu masyarakat.
- Kebudayaan dan peradaban merupakan aspek-aspek
kehidupan sosial manusia. Sebuah deskripsi mengenai kontras-kontras antara
kebudayaan dan peradaban dijelaskan secara menarik oleh Alija Izebegovic
dalam Membangun Jalan Tengah. Karena peradaban dan kebudayaan adalah dua
aspek dalam kehidupan manusia, ada interelasi antara keduanya. Sebagaimana
interelasi antara aspek spiritual, mental dan material dalam diri manusia.
- Ide utama yang terkandung dalam peradaban adalah
kemajuan, perkembangan (progress dan development). Tetapi sebuah
masyarakat memiliki nilai-nilai, pemikiran-pemikiran dasar yang tetap,
yang menjadi identitas kulturalnya. Nilai-nilai yang tidak hilang begitu
saja ketika sebuah peradaban mundur atau hancur. Yang terjadi adalah
nilai-nilai itu menjadi tidak efektif secara sosial.
- Sebuah peradaban mengalami siklus dalam ruang dan
waktu. Ia mengalami pasang dan surut. Sedang kebudayaan lepas dari kontradiksi
ruang dan waktu. Ia memiliki ukuran tersendiri (ukuran benar salah, tepat
tidak atau berguna tidak) di dunai pemikiran.
- Membangun peradaban tidak bisa dengan sekedar
menumpuk-numpuk produk peradaban lain. Sebuah peradaban diukur dari
pencapaiannya.
- Untuk membangun peradaban perlu adanya jaringan
sosial (dalam terminologi Bennabi) atau inovasi sosial (dalam terminologi
Drucker) yang menciptakan pranata (institusi) sosial yang memungkinkannya
menerima dan mengembangkan produk-produk peradaban lain dalam konteks
kebudayaan sendiri.
3. Sistem nilai Budaya
Sistem nilai budaya
merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal
ni disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai
apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat,
mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup.
Sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi
kepada kehidupan para masyarakat tadi. (Koentjaraningrat, 1983 : 192)
Secara praktis dan singkat,
kebudayaan dapat diartikan sebagai sistem nilai dan gagasan utama (vital).
Sistem nilai dan gagasan utama itu dihayati benar-benar oleh para pendukung
kebudayaan bersangkutan dalam kurun waktu tertentu, sehingga mendominasi
keseluruhan kehidupan para pendukung itu, dalam arti mengarahkan tingkah laku
mereka di dalam masyarakatnya. Sistem nilai dan gagasan utama itu memberi pola
untuk bertingkah laku kepada masyarakatnya, atau dengan kata lain, memberi
seperangkat model untuk bertingkah laku.
Sistem nilai budaya
adalah suatu rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagai
suatu warga masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga
bagi hidupnya. Karena itu suatu sistem nilai budaya, menjadi bagian dari
kebudayaan yang berperan sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia.
Tetapi karena sistem nilai budaya itu hanya merupakan konsep-konsep abstrak,
tanpa perumusan yang tegas, maka konsep-konsep itu biasanya hanya bisa
dirasakan, seringkali tidak dapat dinyatakan dengan tegas oleh warga masyarakat
yang bersangkutan.
Hal ini justru karena
sering hanya dapat dirasakan dan tidak dirumuskan dengan akan yang rasional,
maka konsep-konsep itu seringkali amat mendarah daging dan sukar dirubah atau
diganti dengan konsep-konsep lain. Kalau sistem nilai budaya itu menjadi
pengarah bagi tindakan manusia, maka pedomannya yang nyata adalah norma-norma,
hukum dan aturan ; yang biasanya memang bersifat tegas dan konkrit. Adapun
norma-norma hukum dan aturan-aturan itu (selayaknya) bersumber pada sistem
nilai budaya dan ia merupakan perincian dari konsep-konsep abstrak dalam sistem
itu.
Kajian tentang
kepemimpinan dalam konteks sistem nilai budaya, dengan kata lain meninjau dan
memahami sistem nilai budaya yang dimiliki oleh para pemimpin dan pengikutnya.
Pola perilaku kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh sistem nilai budayanya.
Secara universal, semua
sistem nilai budaya yang ada didunia ini dapat dikategorikan dalam lima masalah
dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia, yaitu:
1. Masalah
mengenai hakekat dari hidup manusia.
2. Masalah
mengenai hakekat dari karya manusia.
3. Masalah
mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu.
4. Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
5. Masalah
mengenai hakekat dari hubungan manusia dengan
4. Dampak perubahan sistem nilai Budaya
Apabila
terjadi perubahan pada system nilai budaya maka akan terjadi juga perubahan
sikap mental, pola pikir, dan pola tingkah laku anggota masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Aspek kehidupan manusia dapat dibedakan menjadi dua
yaitu manusiawi dan tidak manusiawi. Aspek kehidupan manusiawi diungkapkan
sesuai dengan system nilai budaya sebagai pandanagan hidup, melalui sikap
salaing menyayangi, melindungi, menghargai, dan lainnya yang dirasakan sebagai
keindahan hidup. Sebaiknya aspek kehidupan tidak manusiawi diungkapkan melalui
sikap dan perbuatan yang merugikan, menggelisahkan, dan menjadikan manusia
menderita. Ungkapan berbagai aspek kehidupan akan dijabarkan menjadi beberapa
tema pengkajian Ilmu Sosial Budaya Dasar
Sumber: PDF (Dampak
perubahan sistem nilai Budaya)
0 komentar:
Posting Komentar